Kopi dan Rasa Nyaman; dan Hal-hal yang Belum Sempat Tersampaikan
Cerita ini akan berakhir tepat ketika kopi yang kubuat sudah dingin. Ketika rasa pahit akan penyesalan menjadi emosi yang dominan dalam pelukan cangkir, menghilangkan rasa sepat yang sempat mampir, menyekap sedikit rasa manis yang pernah hadir. Dan pada akhirnya, yang bisa kunikmati hanyalah sisa kafein dalam getir.
Kau mungkin memiliki masa untuk menikmati setiap detik hanya bersama dirimu sendiri. Sebagian orang merasa lebih hidup ketika menghabiskan waktu bersama banyak orang, bertemu dengan kerabatnya, bercengkerama sembari menikmati sepiring kentang goreng dan segelas es teh leci dicampur dengan air soda, atau mungkin menyewa ruang karaoke bersama teman kerja, berteriak kencang pada mikrofon dengan diiringi alunan musik funky dengan kemeja yang mulai sedikit berantakan. Sementara, beberapa orang yang lain, memilih menghabiskan waktunya bergumul dengan dirinya, hanya dirinya, tanpa melibatkan orang lain. Bertahan untuk menghabiskan waktu bersama buku ‘Dunia Sophie’, menyelam pada setiap halamannya. Yang lain, menikmati sebatang rokok dengan lamunan yang bahkan dirinya sendiri tak paham apa yang sedang ia lamunkan. Berkendara sendiri, menyusuri jalan-jalan raya dan gang-gang kecil hanya untuk berakhir tersesat dan putar balik kembali. Duduk selama mungkin pada kursi kereta komuter, sembari memejamkan mata, memegang erat tas ransel pada pangkuan, hingga tersadar ketika kereta telah melaju melewati tiga stasiun untuk berhenti. Atau barangkali, mengambil setoples biji kopi, dan memulai ritual kesendirian sembari pikirannya berkelahi dengan kata hatinya sendiri. Inilah, langkah-langkah membuat secangkir kopi.
Pertama, peralatan-peralatan yang perlu kamu siapkan adalah teko, timbangan, gelas atau mug, kertas filter dan wadahnya yang biasa disebut dripper, serta alat penggiling kopi, atau grinder. Kalaupun tak ada grinder sebenarnya tak mengapa, hanya saja, kau akan kehilangan beberapa waktu untuk berkontemplasi sembari kembali berpikir, apakah kegiatan ini bermanfaat untuk mengisi waktumu? Hahahaha! Lalu untuk bahannya hanya dua, biji kopi (sekali lagi, kalau tak ada grinder, beli saja kopi yang sudah digiling) dan air panas. Kok, tidak ada gula? Tidak pakai susu? Tidak kawan, membikin kopi lalu dicampur dengan gula atau susu adalah pernyataan perang terhadap realitas hidup yang kita hadapi. Kecuali, untuk dijual, persetan dengan idealisme, bisnis ibarat perang, and everything is fair in love and war.
Nah, bahan dan peralatan sudah tersedia semua, langkah pertama yang perlu kau mulai adalah menimbang kopi. Ambil biji kopi dan timbanglah secara teliti sebanyak 15 gram, tidak boleh kurang, tapi boleh lebih. Kenapa boleh? Sebab tak ada yang sempurna, bisa saja ada hasil gilingan kopi yang tertahan pada grinder-mu, seperti kenangannya yang masih tertahan di dalam relung hatimu. Cih. Kenapa 15 gram? Sebenarnya terserah, mau 10 gram silahkan, mau 12,5 gram ya boleh, mau 20 gram juga boleh. Hanya saja, kalau 15 gram, takarannya pas untuk kau nikmati sendiri untuk beberapa waktu. Kalau 10 gram, terlalu sedikit, untuk mendapatkan rasa yang optimal juga susah, bisa sih, tapi susah. Tapi bisa kan? Bisa, tapi susah. Tapi bisa kan? Bisa, tapi susah. Tapi bisa kan? Bisa, tapi susah. Oke, cukup! Lalu, 15 gram biji kopi lebih sedikit (ya kurang lebih tambah 0,3–0,5 gram saja) kau masukkan ke dalam grinder, lalu giling. Oiya, jangan lupa untuk mengatur gilingan kopimu untuk menghasilkan bubuk kopi yang sedikit kasar, mirip seperti garam dapur. Lantas, giling saja semuanya hingga semua biji berubah menjadi bubuk kopi. Dan ingat, ini salah satu hal yang harus diperhatikan dengan sangat teliti, jangan berisik ketika biji kopi sudah digiling, karena kopinya bubuk (zzzzz) ehehehe. Astaghfirullah, fokus mas, gathel.
Langkah berikutnya, letakkan peralatan berdasarkan urutan berikut ini: timbangan, di atasnya kau letakkan gelas, lalu dripper, dan kertas filter. Jangan terbalik, jangan ada yang salah letak. Lalu, basahi kertas filter dengan air panas, tidak perlu terlalu banyak, yang penting kertasnya menempel pada dinding dripper. Angkat dripper-nya, lalu buang air yang sudah mengalir dari dripper dan tertampung dalam gelasmu. Jangan sampai lupa membuang air ini, karena rasanya seperti kertas, kau pernah kan mengunyah kertas? Pernah, dong, masa cuma saya yang pernah? Rasa kertas ini selain akan membuat rasa kopi kita tidak enak, juga akan merusak cita rasa kopi yang kita buat. Intinya, jangan lupa. Oke, setelah air tadi dibuang, susun lagi peralatan seperti tadi, lalu tuang bubuk kopi ke dalam kertas filter, dan ratakan permukaan bubuk kopinya. Meratakan permukaan kopi adalah bentuk perilaku kita dalam berbuat adil kepada siapapun dan apapun. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer dalam Bumi Manusia, kita harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan. Kalau bikin kopi saja sudah tidak berbuat adil, bagaimana untuk hal-hal yang lebih besar? Bisa-bisa kau nanti kalau punya anak malah dikasih jabatan padahal anaknya goblok ga ada kompeten-kompetennya, punya rekan kerja taunya cuma joget gemoy malah diusulkan jadi pemimpin -manyala abangku!- udah ada tulisan besar ‘rokok membunuhmu’ di kemasannya, kau masih saja isap asap dalam-dalam tembakau kering itu! Ok udah personal, maaf. Lanjut.
Ini adalah langkah utama, pertama perlu kau pastikan timbanganmu menunjuk angka nol. Lalu, secara perlahan, tuang air panas di teko pada permukaan bubuk kopi di dripper, sedikit demi sedikit saja, tak perlu terburu-buru. Tuang dengan gerakan memutar dari titik tengah permukaan hingga ke arah dinding dripper hingga tuangan air mencapai 40 gram. Usahakan seluruh bubuk kopi terbasahi secara sempurna, karena fase ini akan menentukan rasa kopimu nanti. Fase ini disebut fase blooming, fase di mana bubuk kopi yang menyentuh air panas akan mengeluarkan gas CO2, makanya akan kau lihat ada busa-busa yang muncul saat menuang air panas ke bubuk kopi. Ketika tidak semua bubuk kopi terbasahi, hal ini akan mempengaruhi laju aliran air pada bubuk kopi, yang akan mempengaruhi apakah kopi kita akan terekstraksi secara baik atau tidak. Seperti hidup, fase kecil namun menentukan ini seringkali kita jumpai (eh, iya ga sih?). Fase di mana keputusan yang akan kau ambil akan menentukan bagaimana kau akan menjalani hidup, dan mau tidak mau, kau akan mengerahkan usaha 100% hingga sholat istikharah memohon petunjuk kepada Allah. Meskipun, untuk proses membuat kopi sepertinya tak seserius ini.
Setelah fase blooming, berikutnya adalah menuang air panas kembali sebanyak 70 gram, atau hingga angka di timbangan mencapai 110 gram. cara tuangnya masih sama seperti cara sebelumnya, yaitu memutar dari titik tengah dan diakhiri pada sisi pinggir dinding dripper. Tidak perlu trik-trik khusus dalam menuang air pada dripper sebenarnya. Hal yang terpenting adalah kontemplasi, karena, tulisan ini kan memang temanya berkontemplasi saat membuat kopi. Yang terpenting ketika menuang, cukup dituang perlahan dan seluruh permukaan basah oleh air panas. Sisanya, ya meliarlah sendiri pikiranmu. Memikirkan hari esok apa yang akan kau lakukan, apakah bensinmu cukup untuk berangkat kerja di hari Senin, temanmu yang kau kira selama ini menjomblo, lalu ada niatan untuk kau lamar, ternyata tiba-tiba kemarin sore sudah menyebar undangan, atau apapun, mau merencanakan sesuatu di tanggal 20 Oktober nanti ya tak apa. Eits, tapi proses menuang air ini belum selesai. Tiap kali air di permukaan bubuk mulai turun, tuang lagi 60 gram, tunggu hingga air turun, dan terakhir tuang lagi 60 gram. Total tuangan air yang kita gunakan kali ini adalah 230 gram. Kenapa sebanyak itu? Ya biar unik aja, sih. Kalau pakai 225 gram, terlalu keliatan kalau dikalikan dengan 15, kalau 240, terlalu genap, saya tidak suka. Alasan personal sebenarnya, santai.
Setelah air surut dari permukaan bubuk kopi pada dripper, kau tinggal angkat dripper-nya lalu letakkan pada tempat yang kering. Kopi yang akan kau nikmati sudah siap pada cangkir. Hirup aromanya, lalu refleksikan apa yang telah kau lakukan dalam 10 menit ke belakang. Kau sudah berhasil membuat kopi yang, menurut saya, namun tak ada jaminan, enak. Enak bagaimana? Seandainya biji kopimu masih fresh, seharusnya kau bisa merasakan kopi yang pahitnya tidak begitu terasa, namun ada rasa asam seperti buah-buahan warna kuning, sedikit sepat, namun menenangkan. Ketika kau minum, cobalah tahan sejenak dalam mulut sebelum ditelan. Rasakan macam-macam rasa yang muncul, selain pahit atau asam tentunya. Dan teguklah perlahan-lahan, lalu teriak, “HHAAAAAAAHHHH!!”.
Proses menyeduh kopi di atas, memang tak semua orang mau melakukannya. Namun, bagi beberapa orang, mungkin pada waktu-waktu itulah mereka bisa memeluk dirinya sendiri, bertanya perihal kabar atas dunia yang sudah terlalu ramai, ekspektasi-ekspektasi yang kerap kali menghampiri, perasaan was-was, kenangan yang masih membekas, atau bisa jadi, perasaan yang tak berbalas. Memahami diri sendiri, barangkali, adalah proses paling sakral bagi mereka yang masih berjalan, atau bahkan merangkak, dalam melewati dinamika kehidupan yang tak ada belas kasihannya ini (apalagi tinggal di negara yang dikuasai ‘raja jawa’, lahan parkirnya dikuasai pemuda pklmsakdnasjila, tanahnya dikeruk ormas berkedok agama). STOP. Sepertinya tulisan ini sudah melenceng, sekali lagi, maaf.
Terakhir, tak ada cara khusus dan paling benar sebenarnya dalam menyeduh kopi. Pakai cara ribet di atas silahkan, mau tubruk juga bisa enak. Tapi, kalau tak mau repot-repot menyeduh, coba kunjungi tautan ini: kopi enak, siapa tau cocok, yekaan.
Terima kasih. Sampai jumpa di tulisan berikutnya, secepatnya, setepatnya.